Kerajaan Majapahit dianggap sebagai cikal bakal terbentuknya bangsa Indonesia. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1294. Pusatnya berada di selatan Sungai Brantas, Trowulan, Mojokerto.
Sejarah Kerajaan Majapahit
Kemahsyuran Majapahit kala itu dibuktikan lewat beberapa peninggalan sejarah. Simak sejarah serta beberapa peninggalan sejarah yang ada di Kerajaan Majapahit!
Kerajaan Majapahit merupakan sebuah kerajaan yang berada di Jawa Timur, Indonesia, yang berdiri sekitar tahun 1293 sampai 1527 M.
Tumbuhnya Kerajaan Majapahit berawal dari runtuhnya kerajaan Singasari dan gugurnya kerajaan Kertanegara akibat serangan dari Raja Kadiri, Jayakatwang.
Serangan tersebut dilancarkan pada tahun 1292 M, tepat pada waktu Ketika Singasari mengirimkan sebagian pasukannya dalam rangkaian Ekspedisi Pamalayu.
Singasari runtuh seiring meninggalnya Kertanegara, dan dikuasai oleh Kadiri. Seluruh kerabat Kertanegara melarikan diri, termasuk Raden Wijaya yang merupakan salah satu keponakan dari Kertanegara.
Raden Wijaya melarikan diri ke Madura untuk meminta bantuan agar dapat diterima oleh Jayakatwang dengan menyatakan kesetiaan terhadapnya.
Raden Wijaya kemudian berbalik menyerang Jayakatwang dan mendirikan Kerajaan Majapahit adalah kerajaan terbesar Nusantara pada masa Hindu-Buddha, berdiri pada akhir abad ke-13 sampai dengan abad ke-16 seiring dengan berjayanya kerajaan Islam.
Pendiri Kerajaan Majapahit
Pendiri dari kerajaan Majapahit yaitu Raden Wijaya, yang merupakan menantu sekaligus keponakan dari Kertanegara.
Raden Wijaya meminta tolong kepada Jayakatwang untuk membuka seluruh wilayah pertahanan sebagai pengabdian terhadap Jayakatwang.
Raden Wijaya dengan di bantu Wiraraja, justru Wiraraja mendukungnya untuk bertahta mulai mengumpulkan kekuatan. Kesempatan ini bersambut dengan datangnya tentara Cina yang dikirim untuk menghukum Kertanegara.
Raden Wijaya menyatakan kesetiaan terhadap Cina dan meminta bantuan untuk menghancurkan Jayakatwang yang dianggap sebagai penerus Kertanegara.
Jayakatwang kemudian menyerah di hadapan pasukan Cina, dan kemudian Raden Wijaya berganti menghabisi ribuan tentara Cina.
Kemudian Raden Wijaya di nobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa pada tahun 1293 M.
Kerajaan Majapahit dibangun di atas Hutan Terik, sekitar tepi sungai Brantas. Berdalih sebagai pertahanan kerajaan, Sungai Brantas merupakan pintu keluar masuk untuk mengakses wilayah utama kerajaan di Jawa Timur, baik Kadiri maupun Singasari.
Desa itu dibuka dengan nama Majapahit, barangkali berhubungan dengan ditemukannya buah Maja yang pahit di daerah tersebut.
Perkembangan dan Raja-Raja Majapahit
1. Kertarajasa
Raden Wijaya atau Kertarajasa merupakan raja pertama Majapahit yang menikmati hasil-hasil dari ekspedisi yang telah dikirimkan oleh Singasari, yaitu Ekspedisi Pamalayu.
Perjalanan ini memperoleh hasil yang gemilang baik secara materi maupun pengakuan kekuasaan dari wilayah-wilayah yang jauh.
Kertarajasa mengangkat pengikut-pengikutnya menjadi pembesar kerajaan. Beikut pengikut kartarajasa :
- Nambi dijadikan sebagai rakryan mapatih,
- Sora dijadikan sebagai rakryan apatih di Daha,
- Wenang dijadikan sebagai amanca nagara di Tuban, Dan
- Lawe dijadikan sebagai Adipati Datara.
Penunjukan ini ternyata berbuah buruk bagi kerajaan, masing-masing figur menyatakan ketidakpuasan atas penunjukkan itu.
Lawe yang tidak menyukai Nambi sebagai mahapatih dikarenaka dia menganggap dirinya dan Sora lebih berbakti dan berbuat banyak.
Seorang tokoh kerajaan yang bernama Mahapati, memberi kabar kepada raja bahwa Rangga Lawe hendak memberontak. Konflik ini adalah awal dari kekacauan selama dua puluh tahun awal kerajaan berdiri.
Kebo Anabrang yang merupakan panglima kerajaan telah berhasil membunuh Lawe, namun kemudian beliau dibunuh oleh Sora yang tidak terima atas kematian sahabatnya tersebut.
Atas prakarsa dari Mahapati, Sora dibuang dari kerajaan setelah berantem melawan sang raja dalam tahun 1298-1300 M.
Sedangkan Nambi, memilih untuk menjauhi kekuasaan karena mengetahui dia merupakan sasaran dari konflik berikutnya. dikarenakan Wiraraja, ayahnya tengah sakit dan pergi ke Lumajang.
Perjuangan Kertarajasa untuk mempertahankan keseimbangan kerajaan sangat sulit, sampai akhirnya wafat pada tahun 1309 M dan digantikan oleh putranya Jayanagara.
2. Jayanagara
Jayanagara adalah anak dari Kertarajasa, sehingga menjadi haknya untuk bertahta ketika ayahnya wafat.
Jayanagara seringkali dinilai sebagai raja yang kurang cakap, namun alasan utama banyaknya bentrokan di masa pemerintahannya yaitu serangkaian pemberontakan yang terus berkelanjutan. Salah satunya akibat masih maraknya Mahapati dalam lingkaran kerajaan.
Nambi yang berduka atas kematian Wiraraja pada 1311, tidak mau kembali ke kerajaan dan membuat kepemimpinan di Pajarakan.
Pajarakan kemudian dibantai pada 1316, Nambi dan keluarganya dibunuh. Pemberontakan Semi terjadi pada 1318, serta Pemberontakan Kuti terjadi pada 1335.
Keduanya merupakan dharmmaputra atau pejabat yang diberi anugerah dari raja. Atas prakarsa Gajah Mada di Badander, Jayanagara berhasil selamat dan Kuti dapat dibunuh.
Raja juga membunuh Mahapati setelah menyadari fitnahnya yang menyebabkan konflik berkepanjangan untuk mengamankan posisi patih amangkubhumi. Setelah itu Gajah Mada diangkat sebagai patih Kahuripan, dan patih Daha.
Hubungan dengan Cina kini telah kembali membaik, utusan dari Majapahit datang setiap tahun pada periode 1325-1328 M.
Jayanagara wafat dibunuh oleh Tanca, salah satu dharmmaputra atau seorang tabib ketika diminta mengoperasi penyakitnya.
3. Tribhuwanotunggadewi Jayawisnuwarddhani
Jayanagara tidak memiliki anak, oleh sebab itu ia digantikan oleh adik perempuannya yang sudah menjadi Bhre Kahuripan.
Pada masa ini pemberontakan juga masih terjadi yaitu Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Keduanya dihabisi oleh Gajah Mada, sebagai hadiahnya ia diangkat menjadi Patih Hamangkubhumi.
Gajah Mada menyambutnya dengan mengucapkan Sumpah Palapa, yang merupakan mimpi politik untuk menyatukan Nusantara.
Artinya, Gajah Mada akan menolak semua anugerah raja atas pencapaiannya sebelum ia berhasil menyatukan seluruhnya di bawah Majapahit.
Salah satu peristiwa dalam sikap ini adalah penaklukan Bali pada tahun 1343, melalui pertempuran yang hebat dan memakan daya yang sangat besar.
Tribhuwana memerintah selama 22 tahun sampai tahun 1350, di mana putra mahkotanya Hayam Wuruk telah cukup umur untuk menggantikannya sebagai raja Majapahit berikutnya . Tribhuwana sendiri wafat pada tahun 1372.
4. Hayam Wuruk
Hayam Wuruk dianggap sebagai raja yang membawa kerajaan Majapahit pada masa kebesarannya dibantu oleh mahapatih Gajah Mada.
Ia bergelar Sri Rajasanagara, dan berhasil menaklukkan wilayah-wilayah sebagai lanjutan dari perluasan cakrawala mandala Majapahit ke Nusantara Timur, sampai dengan wilayah semenanjung Malaya.
Hayam Wuruk berupaya meningkatkan kesejahteraan penduduknya, seperti membuat bendungan, saluran pengairan, dan pembukaan tanah baru untuk pertanian.
Keharmonisan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada hanya berlangsung selama tujuh tahun, setelah pada tahun 1357 terjadi peristiwa Bubat.
Hayam Wuruk yang akan memperistri Dyah Pitaloka, putri Kerajaan Sunda ternyata sudah ditafsirkan berbeda oleh Gajah Mada.
Gajah Mada menginginkan pernikahan sebagai bentuk takluk terhadap Majapahit, Sunda menolak. Perbedaan pendapat ini berbuah pada konflik yang menewaskan seluruh rombongan Kerajaan Sunda.
Gajah Mada kemudian mengundurkan diri dari jabatan mahapatih, meskipun aktif lagi beberapa tahun kemudian.
Pada masa jabatannya, Hayam Wuruk juga mengunjungi beberapa wilayah kekuasaannya, yang dibukukan dalam kitab Nagarakrtagama.
Perjalanan ini dimulai dari Pajang (1351), Lasem (1354), Pantai Selatan (1357), Lumajang (1359), Tirib dan Sempur (1360), Blitar (1361), dan Simping (1363).
Pada akhir kunjungan ini, Hayam Wuruk mengunjungi Gajah Mada yang dikabarkan tengah sakit yang kemudian wafat pada tahun 1364.
Hayam Wuruk masih memerintah sampai dengan 1389 ketika beliau wafat, dan digantikan oleh menantunya yang bernama Wikramawarddhana.
5. Wikramawarddhana dan Pergantian Singkat Kekuasaan Majapahit
Wikramawarddhana atau disebut juga Bhre Hyang Wisesa merupakan keponakan sekaligus menantu dari Hayam Wuruk yang menikah dengan Kusumawarddhani. Seharusnya Kusumawarddhani yang menjadi raja, karena ia adalah seorang putri mahkota Majapahit.
Wikramawarddhana sendiri memerintah kerajan selama 12 tahun (1388-1401), dan kemudian beliau mengundurkan diri untuk menjadi pendeta.
Suhita, plangsung ditunjuk untuk menggantikannya. Keputusan ini langsung menimbulkan perdebatan antara Wikramawarddhana dan Bhre Wirabhumi hingga terjadi peperangan.
Perang ini bahkan dicatat dalam berita Cina Dinasti Ming, serta catatan perjalanan Laksamana Cheng-Ho.
Bhre Wirabumi wafat, dan Suhita dapat kembali bertahta sampai beliau wafat tahun 1447. Suhita digantikan oleh adiknya Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya karena ia tidak memiliki anak.
Kertawijaya meninggal pada tahun 1451, kemudian digantikan oleh Bhre Pamotan yang bergelar Sri Rajasawarddhana dan kemudian dipindahkan kedudukannya di Keling-Kahuripan karena kondisi pusat kerajaan yang masih kacau dari perseteruan keluarga yang sebelumnya.
6. Girindrawarddhana, Raja-Raja Terakhir Majapahit
Dyah Suryawikrama Girindrawarddhana menjabat kerajaan sesudah 3 tahun Majapahit mengalami kekosongan kekuasaan (interregnum).
Beliau merupakan putra dari Kertawijaya yang sebelumnya memerintah di daerah Wengker, ia memerintah sekitar 10 tahun sebelum diganti oleh putranya Bhre Pandan Salas/Dyah Suryaprabhawa Sri Singhawikramawarddhana.
Pertempuran kemudian kembali muncul ketika Bhre Kertabhumi menyerang Majapahit untuk mengambil kekuasaan. Kertabhumi ialah putra bungsu dari Raja sawarddhana.
Bhre Pandan Salas kemudian menyingkir ke Daha dan memerintah kerajaan sampai 1474. Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya menggantikannya namun berkuasa di Keling, karena pusat kerajaan masih dikuasai oleh Kertabhumi.
Masa Kejayaan
Masa Kejayaan Majapahit berada pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, terutama ketika Hayam Wuruk masih dibantu oleh Gajah Mada sebagai mahapatih (1350-1357).
Pada masa ini cakrawala mandala Majapahit mencakup wilayah yang sangat luas. Menjangkau Tumasik, Semenanjung, hingga Nusantara Timur.
Pada masa Hayam Wuruk juga ditingkatkan kesejahteraan masyarakat meliputi perbaikan irigasi, pembukaan tanah pertanian, dan pembuatan bendungan.
Hayam Wuruk pada masa kekuasaannya juga mengunjungi wilayah-wilayah di sekitar pusat kekuasaan Majapahit untuk memastikan kehidupan masyarakat berlangsung dengan baik.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Beberapa pendapat yang menyatakan bahwa kerajaan Majapahit telah runtuh sejak tahun 1478, ketika Ranawijaya menjadi raja namun beliau tetap berkuasa di Keling-Kahuripan (Kadiri).
Sementara Kertabhumi yang menduduki Majapahit tidak tercatat mengangkat diri sebagai raja Majapahit.
N.J. Krom berpendapat bahwa Wangsa Girindra merupakan keluarga baru Kadiri yang merebut Majapahit dari Wangsa Rajasa.
Di sisi lain, berita Dinasti Ming masih mencatat hubungan antara Cina dan Jawa sampai dengan tahun 1499.
Rui de Brito, Gubernur Portugis di Malaka pada tahun 1514 memberi surat kepada pada Raja Manuel bahwa ada dua raja kafir di pulau Jawa yaitu Sunda dan Jawa.
Kemudian Duarte Barbosa, penulis Italia yang menyatakan bahwa tahun 1518 ada raja kafir yang berkuasa di Jawa.
Kedua tulisan ini menyimpulkan bahwa sampai dengan abad ke XVI kerajaan Majapahit masih ada. Meskipun beberapa saat kemudian, beredar nama Pati Unus sebagai penguasa Jawa.
Pati Unus adalah penguasa kerajaan Demak (1518-1521). Hal tersebut dapat dipahami sebagai luluh lantaknya kekuasaan Majapahit dalam ekspansi Demak pada tahun-tahun tersebut.
Menurut pendapat lain, berkuasanya Demak tidak lain dari kelanjutan sengketa antara Kertabhumi dan Ranaijaya.
Karena dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, Raden Patah menyatakan keturunan dari Prabu Brawijaya Kertabhumi.
Peninggalan Kerajaan Majapahit
1. Situs Trowulan
Trowulan adalah kawasan kepurbakalaan di wilayah Mojokerto, Jawa Timur. Situs ini dikaitkan sebagai keraton Majapahit yang terdiri atas beberapa bangunan penting seperti Candi Tikus, Gapura Bajang Ratu, Makam Troloyo, Candi Menak Jingga, Kolam Segaran, dan beberapa bangunan lainnya yang dicitrakan sebagai kediaman mewah yang hanya dihuni oleh bangsawan.
2. Candi (Sukuh, Cetho, & Jabung)
Majapahit memiliki banyak peninggalan Candi yang dianggap sebagai bentuk penegasan eksistensi dan keperluan upacara keagamaan. Misalnya Candi Sukuh (1437), Candi Cetho, dan Candi Jabung.
3. Kitab (Sutasoma, Nagarakrtagama, Pararaton)
Kerajaan Majapahit memiliki bangsawan-bangsawan kerajaan yang mencatat segala peristiwa yang terjadi.
Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh bangsawan Cina yang mencatat setiap aktivitas kerajaan untuk keperluan meninggalkan sejarah dan membangun citra yang baik dari setiap masa.
Sutasoma beserta Arjunawiwaha (Mpu Tantular), Nagarakrtagama (Mpu Prapanca), dan Pararaton merupakan kitab-kitab peninggalan pada masa kerajaan Majapahit.
4. Arsitektur
Sumbangsih yang berkelanjutan dari Majapahit adalah tetap adanya model arsitektur pendopo, bangunan atap susun, dan komplek keraton-masjid-lapangan-pasar meskipun kerajaan yang eksis setelah Majapahit bercorak Islam.
Keraton Demak, Masjid Kudus, dan Keraton Kasepuhan Cirebon adalah contoh bangunan kerajaan Islam yang muncul dengan model arsitektur Hindu-Majapahit.
5. Legitimasi Politik
Tidak sedikit bangsawan sesudah era Majapahit melegitimasikan kekuasannya sebagai keturunan dari Majapahit.
Raden Patah mengklaim dirinya sebagai keturunan dari Prabu Bra Raden Wijaya Kertabhumi, yang telah berhasil merebut kota Majapahit dari Prabu Rana Raden Wijaya.
Sementara Gerakan nasionalisme Indonesia juga merujuk pada kejayaan Majapahit dan Sri Raden Wijaya. Ungkapan Bhinneka Tunggal Ika diambil dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular.
Itulah sejarah dan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Dari situ dapat terlihat, kehebatan Majapahit di masa lalu.
Anda juga dapat membaca “Sejarah Candi Borobudur lengkap dengan Letak, Asal Usul, Pendiri dan Proses Pembangunan Beserta Penjelasannya.”