Filosofi jawa-Indonesia merupakan sebuah peradaban yang tinggi dari peradaban tinggi tersebut akan memiliki pengalaman yang luas tentang arti dan makna kehidupan.
Salah satu peradaban yang paling menonjol dari pengalaman itu adalah adanya kemampuan dalam pengolahan kata.
Kita ambil contoh seperti bangsa Yunani yang memiliki kemampuan dalam ilmu sastra dan filsafat. Bangsa Yunani dalam urusan ini tidak perlu diragukan lagi dan memang sudah terkenal di seantero dunia. Begitu juga dengan bangsa Arab, Romawi, Persia, China, Indian, India dll.
Filosofi Orang Jawa
Begitu juga dengan Pulau Jawa, jawa merupakan sebagian pulau dari negara indonesia dengan logat bahasa khasnya sendiri yang bahkan makna dari filosofi Jawa ini seringkali kurang dipahami oleh sebagian besar orang.
Maupun keturunan etnis Jawa sendiri di era modern ini . Hal ini disebabkan karena orang tua yang tidak mengajarkan bahasa jawa kepada anaknya dan sebagaian orang menganggap bahasa jawa adalah bahasa kuno, Maka tidak salah, jika muncul unen-unen “Wong Jowo ora njawani” artinya orang jawa tidak faham jawa.
Filosofi Jawa yang dinilai sebagai bahasa kuno, ndeso dan ketinggalan jaman. Padahal, jika di telaah lagi filosofi jawa warisan leluhur tersebut akan berlaku terus sepanjang hidup.
Warisan budaya pemikiran orang Jawa ini bahkan dapat menambah wawasan kebijaksanaan serta mengajarkan hidup kita agar senantiasa “Eling lan Waspodo” artinya ingat dan waspada.
Oleh sebab itu, saya mencoba melestarikan sekaligus sebagai wawasan anda tentang budaya jawa khususnya dalam hal bahasa yang lebih kepada filosofi jawa agar kita tahu betapa kayanya indonesia ini akan budaya.
Filosofi Orang Jawa Tetang Kehidupan
Berikut kumpulan falsafah orang jawa tentang kehidupan beserta arti penjelasannya erat dengan pedoman hidup masyarakat Jawa :
- “Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti”
Artinya segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.
- “Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara”
Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
- “Urip Iku Urup” (Hidup itu Nyala)
Maksunya Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.
- “Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman”
Maksunya Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut- kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.
- “Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan”
Maksunya Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.
- “Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha”
Maksunya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.
- “Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo”
Maksunya Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.
filosofi jawa kuno
- “Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka”
Maksunya Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.
- “Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman”
Maksunya Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.
- “Nerimo ing pandum”
Makna dari kata adalah mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi.
Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.
- “Alon-alon waton klakon”
Maksunya Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.
- “Aja Adigang, Adigung, Adiguno”
Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.
filosofi jawa tentang cinta
- “Mangan ora mangan sing penting ngumpul”
Maksunya Makan tidak makan yang terpenting adalah bisa berkumpul (kebersamaan).
Filosofi ini merupakan sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat jika diartikan secara aktual.
Filosofi ini sangatlah penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita ini mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas pastinya negara kita akan aman, tentram dan sejahtera.
Filsafah “Mangan ora mangan” melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) sedangkan pihak yang lain tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada.
Dan kata dari “Sing penting ngumpul” melambangkan berpegang teguh pada persatuan, kebersamaan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.
Filosofi dari kalimat peribahasa “Mangan ora mangan sing penting kumpul” adalah filosofi yang cocok yang dapat mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini terwujud.
- “Wong jowo iki gampang di tekuk – tekuk”
Maksud dari Filosofi ini juga merupakan ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah ‘Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk’.
Ungkapan ini menunjukan orang jawa itu fleksibel dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik kaya, miskin, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat dalam bekerja dan selalu ulet dalam menggapai cita-citanya.
- “Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo”
Maksudnya adalah sekarang zaman edan (gila), yang nggak endan nggak bakal kebagian, Hanya orang yang ingat kepada Allah dan waspada yang beruntung.
Disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan
Itulah beberapa pandangan hidup, pedoman dan prinsip yang telah diterapkan sejak dahulu yang biasa menjadi nasehat orang jawa. Filosofi jawa meskipun kini semakin luntur dimakan zaman, namun akan selalu tertancap di jiwa orang jawa.